KPFM PENAJAM - Harjito Pocco Waluyo, seorang Entomolog Kesehatan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Penajam Paser Utara (Dinkes PPU), memberikan gambaran tentang kompleksitas dalam pemberantasan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dibandingkan dengan malaria. Menurutnya, pemberantasan DBD lebih sulit karena membutuhkan kolaborasi dari seluruh kelompok masyarakat dalam radius 100 meter.
"Jadi, jika dihitung-hitung, pemberantasan DBD sebenarnya paling sulit karena tanggung jawabnya tidak hanya individu, tetapi juga harus melibatkan seluruh kelompok dalam radius minimal 100 meter," terang Harjito Pocco.
Harjito Pocco menjelaskan bahwa perbedaan mendasar antara DBD dan malaria terletak pada sifat penularannya. DBD disebabkan oleh virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes Aegypti, sedangkan malaria disebabkan oleh parasit yang ditularkan oleh nyamuk Anopheles.
"Perbedaan mendasar antara nyamuk penyebab malaria dan DBD adalah dalam penularannya. Nyamuk malaria hanya menularkan parasit melalui gigitannya, sementara nyamuk DBD dapat menularkan virus hingga ke telurnya. Oleh karena itu, setiap telur yang menetas sudah mengandung virus," jelas Harjito Pocco.
Selain itu, Harjito Pocco juga menyoroti lokasi berkembang biaknya nyamuk, yang menjadi perhatian utama dalam penanganan kedua penyakit tersebut. Nyamuk Anopheles, vektor malaria, cenderung berkembang biak di air yang langsung berbatasan dengan tanah, seperti genangan air di sawah atau sungai. Sementara itu, nyamuk Aedes Aegypti, vektor DBD, lebih sering ditemukan berkembang biak di dalam wadah seperti kaleng bekas, tempat pembuangan sampah, atau genangan air di sekitar rumah.
"Dengan berkembang biaknya di dalam wadah, nyamuk DBD memiliki akses yang lebih mudah untuk menularkan penyakit ke manusia. Inilah salah satu alasan mengapa pemberantasan DBD menjadi lebih sulit," tambahnya.
Melalui pemahaman akan perbedaan sifat penularan dan lokasi berkembang biaknya nyamuk, diharapkan upaya pemberantasan DBD dan malaria dapat dilakukan dengan lebih efektif dan tepat sasaran. (ADV)